KOMUNITAS UNGU
 
Malam ini aku harus keluar, bertelanjang kaki bukan karena aku senang. Tapi karena aku tidak mempunyai sandal karet, sepatu hitamku yang sudah usang harus dijaga sebaik mungkin untukku sekolah agar dapat bertahan paling tidak setahun lagi sampai aku dapat membeli yang baru atau mendapat sumbangan dari tetangga.

Kaki ngilu dan perih karena luka lecet yang kualami, telapakpun terasa gatal dan sakit sesekali. Tidak apa. Aku sudah biasa dengan rasa ini. Perlahan kuberjalan yang kadang-kadang kuberjingkat-jingkat kecil menghampiri rumah dempet nan mungil nan sederhana. Memanggil temanku Wulandari yang sangat pemalu namun galak itu.

Ia sedang berada diambang pintu sambil memeluk gitar mungilnya alias ukulele. Ia membelalakan matanya dan melesat menghampiriku. Menggaetku dan menarikku untuk berlari. Terdengar teriakan dari dalam rumahnya. Sebuah suara parau yang berat dan keras.